
Dua siswa SMAN di surabaya
barat ditangkap karena menjual kunci jawaban Unas,
berita ini saya melihatnya di sebuah stasiun telivisi swasta pagi hari ketika
saya hendak mempersiapkan diri untuk berangkat mengajar saya sempat tersentak
dengan pemberitaan tersebut, dengan penasaran dan kaget, saya mencoba duduk
perlahan menyaksikan berita itu dengan seksama. Rabu 16 april 2014 dini hari 2
siswa SMAN surabaya ini diamankan petugas,terkait beredarnya kunci jawaban..!! dari pemberitaan itu saya
merasa bersedih dan marah, dua pertanyaan langsung terbesit dalam benak
saya,yang pertama apakah anak Indonesia, khususnya anak surabaya sudah
meninggalkan arti kejujuran. Kedua sebagai warga surabaya, dan juga seorang
pengajar apa yang harus saya perbuat unutk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran
yang bukan hanya sebatas memaknai arti kejujuran, tetapi mampu menghujamkan esensi
kejujuran ke dalam hati setiap anak dan mengaplikasikannya kepada kehidupan
sehari-hari. Hingga berita ini masih terngiang dan menjadi tugas buat saya
pribadi.
Sebuah tulisan Siswi SMA Khadijah yang bernama nurmilla yang ramai di
perbincangkan di media sosial media,hingga sampai masuk k meja menteri
pendidikan M.Nuh dan menjadi perbincangan seluruh khalayak berbagai kalangan.
Dimana pesan tulisan dari siswi SMA khadijah-surabaya yang saya kutip sbb: “perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem
pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang
mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak
akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai
kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus
percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya
justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...”
Dari kutipan tulisan nurmilla, para
anak-anak Indonesia secara fitrah, mereka memegang teguh arti sebuah kejujuran,
dari segi fikri mereka tahu apa mana yang baik dan buruk, seperti ada Malam-
ada Siang, ada Pria- ada Wanita. Saya melihatnya dari seorang siswi SMA kelas.3
yang sedang melakukan unas dimana sebuah sistem pendidikan dengan berbagai
standar,aturan,dan bahkan tuntutan yang
harus mereka lalui demi menciptakan standar kualitas sumber daya
manusia. Pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan membuat sistem
pendidikan itu yang bertujuan untuk mencetak generasi yang unggul dan berkualitas
dalam segi akademik, memang menurut saya sistem yang dijalankan sudah yang
terbaik dan optimal, namun lembaga
pendidikan,peserta didik,wali murid, menganggap sistem standar pendidikan yang
ditempuh dengan UNAS membuat “UNAS” ini adalah suatu hal sangat
mutlak&absolut sebagai penentu masa nasib seorang anak didik tanpa
memperhatikan perkembangan dan karakter seorang anak didik.. ketika seorang anak belajar menerapkan
kejujuran dalam perilaku keseharian, dimana tempat mereka belajar yaitu sekolah
yang mengajarkan mereka tentang kejujuran, belum mampu memberikan memberikan
rasa kenyamanan dan kedamaian ketika siswanya melakukan kejujuran, sebaliknya
ketika siswanya melakukan tindakan kecurangan sekolah cuek saja,seolah sekolah
tidak pernah mengajarkan kejujuran kepada siswanya.
Sehingga ketika ada salah
satu oknum di sekolah melakukan tindakan kecurangan tidak ada satupun orang
yang berani apalagi siswanya yang dengan lantang menyuarakan “DI SEKOLAH KAMI, TIDAK
ADA YANG BERBUAT CURANG”. Dan ditambah masyarakat khususnya para wali murid
yang menganggap bahwa unas merupakan ketentuan nasib masa depan anak mereka,
untuk bisa melanjutkan kehidupan mereka, sebenarnya ketika takbir yang kita
kumandangkan minimal dalam 5.waktu sehari. Membuat betapa kita mengingkari
bahwa yang maha besar itu hanya Allah. Dan masih teringat di ingatan saya,
kasus contek masal pada tahun 2011 sebuah SDN di wilayah barat surabaya, dimana
sang ibu ingin menanamkan akhlaq kejujuran dalam anaknya tetapi masyarakat
khusunya wali murid sekolah tersebut malah menghujat ibu ini, karena para wali
murid ini takut bagaimana nasib anaknya apabila tidak sesuai dengan standar
kualitas pendidikan yang dibuat kementerian pendidikan, tapi mereka lupa akan “AKHLAQ
KEJUJURAN”.
Saya yakin, masih ada anak-anak
Indonesia yang masih memegang akhlaq “KEJUJURAN”. Untuk Para anak Indonesia
yang masih melakukan kecurangan, sebenarnya mereka anak-anak yang bersih sesuai
fitrahnya yang suci hanyalah tuntutan, sistem pendidikan, lembaga pendidikan,
para orang tua. Yang membuat mereka seperti sekarang ini,. Sebuah tantangan
besar bagi saya pribadi yang termasuk seorang pengajar bagaimana menanamkan
nilai-nilai kejujuran kepada anak-anak,
bukan hanya sebatas arti, tetapi menjadi nilai yang menghujam ke hati, dan
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah apa saja untuk memupuk kejujuran
kepada hati anak-anak, sbb.
1. Penanaman kejujuruan saya awali dari diri
sendiri sebelum kita mengajarkan kejujuran.
2.
Tauladan bagi anak-anak tentang akhlaq kejujuran, ketika diri kita
mengaplikasikan kejujuran. Maka anak-anak akan respect.
3.
Jelaskan manfaat tentang kejujuran, dan jelaskan pula dampak ketika bertindak
curang kepada anak-anak .
4.
Yakinkan kepada anak-anak bahwa sebuah “Kesuksesan diawali dari Kejujuran”.
5. Katakan dengan berani “Di Tempat Kami,
Tidak Ada Yang Berbuat Curang”.
-Kak Dhika-